Senin, 16 Februari 2009

Pelatnas, Sekedar Gengsi Bagi Riau?


KONI Pusat resmi meluncurkan program Pelatnas SEA Games 2009 pada 12 Februari lalu. Namun sayang, tidak semua cabang olahraga serentak memulai pemusatan latihan ini. Seperti Provinsi Riau yang ditunjuk menjadi tempat Pelatnas tiga cabang olahraga. Golf, sepak takraw dan angkat besi. Hingga saat ini belum juga bisa memastikan jadwal dimulainya Pelatnas.
Hal ini terkait belum ditemukannya sumber dana yang dibutuhkan untuk membiayai Pelatnas. Ditaksir menghabiskan dana Rp 9 miliar, dengan perincian, renovasi Hall Basket, Komplek Stadion Rumbai sebagai tempat latihan sepak takraw, biaya akomodasi, konsumsi dan transportasi lokal peserta Pelatnas.
Bukan perkara mudah bagi Pemprov Riau melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) untuk menyediakan dana sebanyak itu. Pasalnya Pelatnas tidak tercantum di daftar dana yang dibiayai APBD Riau 2009. Pelatnas justru diterima oleh Gubernur Riau ketika RAPBD sudah ketok palu di DPRD Riau awal tahun 2009.
Akibat belum terlihat tanda-tanda kesiapan Riau ini pula sehingga KONI Pusat kembali mengirim orangnya untuk bertemu dengan pejabat tertinggi di Bumi Lancang Kuning. Pejabat teras KONI Pusat tersebut, Sri Sudono Sumarto yang disambut Wakil Gubernur Riau, Mambang Mit, Senin (16/2).
Pertemuan dua pejabat itu juga dihadiri beberapa pejabat terkait, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Lukman Abbas, Sekum KONI Riau, Darmansyah dan beberapa pengurus lainnya. Namun lagi-lagi, tidak ada hasil yang dicapai dari pertemuan itu. Riau menyatakan belum mempunyai dana untuk memulai Pelatnas.
Langkah yang diambil Gubernur Riau, Rusli Zainal untuk menerima tiga cabang olahraga di Pelatnas- kan di Riau, jelas tanpa perencanaan yang matang. Rusli Zainal tidak memikirkan embel-embel di balik penunjukan sebagai tuan rumah Pelatnas tersebut. Sehingga instansi terkati, Dispora Riau mejadi kalang kabut mencari dana.
Sebagai Ketua Umum KONI Riau, memang Rusli tidak dapat mengelak ketika disodorkan KONI Pusat sebagai tuan rumah Pelatnas. Karena Riau dikenal sebagai daerah kaya dan tuan rumah pelaksana PON 2012. Jadi dapat disimpulkan, Riau menerima Pelatnas karena gengsi tanpa dipikirkan implikasi yang harus ditanggung..Semoga Pelatnas berjalan sesuai rencana. Tidak mengorbankan prestasi Indonesia di SEA Games 2009, Laos hanya karena Riau terlambat memulai Pelatnas...

Minggu, 15 Februari 2009

PSPS Menuju Liga Super Indonesia

PSPS Pekanbaru mengawali putaran kedua Liga Utama Indonesia dengan hasil meyakinkan. Empat laga yang dilakoni Agusrianto Cs berhasil meraup poin penuh. Dua pada laga tandang menghadapi PSSB Bireun dan PSDS. Serta dua laga kandang menghadapi Semen Padang dan PSP. Perolehan ini semakin mengokohkan posisi PSPS di puncak klasemen dengan mengantongi 39 poin dari 18 kali bertanding. Selisih 11 poin dari peringkat kedua, Persisam dan Semen Padang yang sama-sama mengantongi poin 28.
Hasil ini jelas memudahkan langkah Askar Bertuah, julukan PSPS untuk menapaki kompetisi Liga Super Indonesia musim 2009/2010. Jika anak asuh Abdur Rahman Gurning ini mampu memaksimalkan enam laga kandang tersisa dengan poin penuh, masuk ke kompetisi level tertinggi di tanah air itu bukan lagi mampi.
Memang terlalu dini untuk berbicara soal persiapan menuju Liga Super. Karena kompetisi Liga Utama baru berakhir April mendatang. Namun tidak ada salahnya untuk memulai persiapan dari sekarang. Sehingga tidak terburu-buru ketika memasuki Liga Super.
Banyak hal yang harus dibenahi PSPS jika bermain di Liga Super. Seperti stadion yang harus standar nasional, mempunyai lampu penerangan dan kapasitas penonton yang memadai. Sebab jumlah penonton akan jauh meningkat, seiring dengan penampilan bagus PSPS.
Selain itu dari segi pengelolaan suporter juga harus lebih bagus. Asykar Theking, kelompok suporter PSPS, harus mampu menjadi pendukung yang fanatik, seperti suporter tim-tim besar lainnya di tanah air. Asykar Theking tidak hanya memberi dukungan di kandang, tapi juga ketika laga tandang.
Sisi lain yang lebih penting dan mesti menjadi perhatian dari sekarang adalah soal pendanaan. Bermain di level kompetisi Liga Super, tidak cukup laga dana Rp 5 miliar seperti dana bermain di Liga Utama. Minimal butuh dana Rp 12 miliar untuk membiayai tim di Liga Super.
Banyak hal yang sebenarnya bisa menjadi penyokong dana bagi PSPS. Beberapa perusahaan raksasa di Riau, seperti PT CPI, RAPP, seharusnya memberi kontribusi terhadap tim kebanggaan masyarakat Kota Bertuah. Hal ini pernah dilakukan PSPS, era Gubernur Riau, Saleh Djasit.
Ketika itu pemain-pemain bintang nasional, seperti Kurniawan, Hendro Kartiko, Bima Sakti dan sebagainya diajak bergabung. Bahkan ketika itu, PSPS tercatat sebagai tim sepakbola di Indonesia yang memberi nilai kontrak tertinggi.
Kini PSPS mulai bangkit dan diprediksi bakal melenggang ke Liga Super. Ini sebuah prestasi yang membanggakan bagi Pekanbaru dan mengharumkan nama daerah. Melalui sepakbola, rasa kecintaan terhadap daerah terus bertambah dan yang paling penting mempromosikan Riau, khususnya Pekanbaru di tingkat nasional.
"Beberapa bank daerah, memberi dukungan terhadap tim sepakbola di daerah itu. Kenapa di Pekanbaru tidak bisa dilakukan hal yang demikian. Bank Riau mengatakan untung, seharusnya bisa membantu PSPS," tutur Ketua Asykar Theking, Nasrul.
Seandainya beberapa BUMD daerah, Bank Riau dan RAL, serta perusahaan besar di Riau memberi kontribusi terhadap tim sepakbola, bukan hal yang tidak mungkin lagi prestasi tim-tim dari Riau berkilau di kancah nasional. Sepakbola memang lebih banyak menghabiskan uang, namun sepakbola merupakan hiburan yang digandrungi masyarakat. (ihsanul hadi)

Pelatnas Untung atau Rugi Bagi Riau?

HINGGA saat ini, KONI Pusat dan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) RI belum satu pendapat soal Program Atlet Andalan (PAL) dan Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas). Kedua instansi ini masing-masing puny argumen soal pembinaan atlet. Menegpora dengan PAL-nya dan KONI masih mempertahankan sistem Pelatnas.
Menjelang SEA Games, Desember 2009 di Laos, KONI Pusat akan mulai program Pelatnas aal Februari ini. Berbeda dengan sebelumnya Pelatnas terpusat di satu tempat, kali ini dilaksanakan di beberapa daerah yang ditunjuk KONI. Provinsi Riau mengusulkan lima cabang olahraga. Namun kemungkinan disetujui hanya empat cabang. Golf, Angkat Besi/Berat, Sepak Takraw dan Senam. Sementara satu cabang lagi, Taekwondo diambil Kalimantan Timur.
Riau boleh saja bangga, diberi kepercayaan sebagai tuan rumah Pelatnas. Namun dibalik penunjukan itu, terdapat maksud tertentu dari KONI Pusat. Latar belakang Pelatnas di lempar ke daerah-daerah, berawal dari perseteruan Menegpora dengan KONI Pusat. PAL hanya menggunakan anggaran sekitar Rp 100 miliar. Sementara Pelatnas awalnya direncanakan KONI Pusat menghabiskan biaya sekitar Rp 300 miliar. Namun kemudian entah kenapa, tiba-tiba usulan anggaran itu turun drastis menjadi Rp 100 miliar.
Selanjutnya KONI Pusat mengambil kebijakan, menunjuk daerah-daerah yang siap sebagai tuan rumah pelaksana Pelatnas. Dengan kosekuensi menanggung semua biaya atlet selama masa Pelatnas yang diperkirakan sekitar enam bulan. Di sinilah timbulnya pertanyaan, sebagai tuan rumah Pelatnas, Riau memperoleh keuntungan atau rugi?
Dapat dipastikan, dana APBD Riau bakal terserap untuk kegiatan Pelatnas ini. Sementara atlet Riau yang dipanggil masuk Pelatnas hanya 8 orang. Tidak sebanding dengan besarnya biaya untuk menanggung akomodasi, konsumsi dan sarana latihan atlet dan pelatih selama masa Pelatnas.
"Keuntungan Riau, pelatih lokal bisa menyaksikan pelatih Pelatnas memberi program latihan. Pelatih- pelatih Pelatnas ini kebanyakan dari luar negeri. Sehingga bisa berbagi pengalaman dengan pelatih lokal," tutur Sekum KONI Riau, Darmansyah yang menilai Pelatnas di daerah sangat menguntungkan.
Mungkin beragam pandangan dan pendapat masyarakat akan muncul tentang Pelatnas di Riau. Pro dan kontra terhadap satu kebijakan publik merupakan hal yang lumrah. Namun yang perlu diingat Pemprov Riau, latar belakang Pelatnas daerah karena KONI Pusat mengharapkan sebagian biaya ditanggung tuan rumah.
Jika dana untuk membiayai Pelatnas dari APBD itu digunakan untuk membina atlet-atlet Riau. Mungkin jauh lebih bermanfaat untuk menciptakan atlet berprestasi, terutama di PON 2012. Karena selama ini, organisasi cabang olahraga di Bumi Lancang Kuning, selalu kesulitan soal dana. Sehingga tak jarang, sebuah cabang olahraga batal mengirim atletnya di kejuaraan nasional karena tidak ada biaya. (Ihsanul Hadi)

Jumat, 13 Februari 2009

Mana Pembinaan Atlet Riau?

KETIKA Wakil Ketua KONI Pusat, Hendarji Supanji meninjau venue PON 2012 di Pekanbaru, Selasa (3/2), kepada Gubernur Riau, Rusli Zainal di VIP Lancang Kuning Bandara Sultan Syarif Kasim, beliau meminta supaya segera siapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk PON. Maksudnya tidak hanya SDM kepanitian tapi yang lebih penting atlet Riau.
Karena Jenderal TNI AD ini kawatir Riau akan membeli atlet luar, seperti yang dilakukan tuan rumah PON XVII Kalimantan Timur. Menurut Hendarji, jika pola membeli atlet ini dilakukan setiap tuan rumah PON, maka tujuan penyelenggaraan PON itu tidak tercapai. Sebab PON merupakan pesta olahraga untuk menjaring atlet berprestasi yang dibina oleh daerah.
Wajar bila Hendarji mengkawatirkan Riau. Karena hingga sekarang pembinaan atlet tersebut memang belum terlihat di Bumi Lancang Kuning. "Jangan mengharapkan atlet PPLP. Karena perekrutannya tidak melalui seleksi. Tapi mulailah pembinaan atlet secara berjenjang. Mulai pelajar, remaja, junior dan senior," tutur Hendarji mengingatkan Riau yang diprediksi bakal bergantung dengan atlet PPLP.
Setidaknya hal itu pula yang diungkapkan Dispora Riau melalui Kepala UPT Pelatihan, Sanusi Anwar dalam ekspose persiapan PON 2012 di hadapan Komisi A DPRD Riau, Rabu (4/2). Riau sudah mulai mempersiapkan atlet dari PPLP yang ada. Serta dalam waktu dekat melaksanakan Pelatda dan Pelatnas.
"Kalau ada atlet luar yang ingin membela Riau di ajang Kejurnas akan kita tampung. Dengan syarat jauh sebelum PON 2012 dan membela Riau tidak hanya di PON. Selain itu target Riau tidak masuk peringkat 5 besar, tapi cukup peringkat 8," tutur Sanusi.
Menciptakan atlet berprestasi, tidak cukup hanya waktu setahun atau dua tahun. Apalagi di PON 2012, beberapa cabang olahraga bakal membatasi usia atlet. Sehingga butuh atlet yang benar-benar hasil binaan lokal. Meski hanya menargetkan masuk 8 peringkat besar perolehan medali, tetap saja butuh atlet lokal yang bisa diandalkan.
Data yang dirilis sekretariat KONI beberapa waktu lalu, terdapat 20 cabang olahraga yang kepengurusannya belum dilantik atau melaksanakan Musda. Rata-rata cabang olahraga ini dipertandingkan di PON 2012. Timbul pertanyaan, apakah mungkin pembinaan atlet terlaksana jika organisasinya belum dilantik atau belum Musda? Atau pembinaan atlet bisa diambilalih KONI Riau atau Dispora?
Anggota DPRD Riau, Yudha Bakti yang getol mengoreksi persiapan PON 2012, mengingatkan Dispora dan KONI Riau supaya tidak hanya fokus pada pembangunan fisik venue PON. Tapi yang tak kalah penting menyiapkan atlet, dengan mendatangkan pelatih-pelatih berkualitas. "Riau tentu menginginkan sukses di PON 2012. Sukses sebagai tuan rumah dan sukses prestasi atlet," tutur politisi PAN ini.
KONI Jawa Barat, bahkan Wakil Gubernurnya, dede Yusuf yang juga berkunjung ke Riau belum lama ini juga mengingatkan Riau supaya tidak membeli atlet luar. Jawa Barat mungkin masih trauma dengan sikap arogansi Kaltim yang memborong atletnya untuk bergabung dengan iming-iming materi yang berlimpah.
Bahkan dengan niat baik, Jawa Barat bersedia menjadi patner Riau dalam hal melatih dan membina atlet. Jawa Barat yang mempunyai banyak stok pelatih, beberapa di antaranya bisa dimanfaatkan Riau. "Tekad Riau tidak akan membeli atlet sangat kami puji. Itu komitmen yang bagus untuk memajukan olahraga di daerah ini dengan memberdayakan atlet lokal" ujar Ketua KONI Jawa Barat, H AM Ruslan.
Memang belum terlambat bagi Riau untuk memulai pembinaan atlet. Karena waktu masih tersisa sekitar tiga tahun lagi sebelum PON 2012. Namun dengan catatan, semua pengurus cabang olahraga yang nantinya secara otomatis menjadi panitia pelaksana pertandingan, harus solid dan serius melakukan pembinaan.
Bila tidak, tentunya atlet 'instan' atau siap pakai lebih muda didapat untuk meraih prestasi yang diinginkan. Cukup menyediakan dana besar, atlet-atlet yang kerjanya pindah dari satu PON ke PON berikutnya, pasti menyerbu Riau. (Ihsanul Hadi)