Minggu, 09 September 2012

Penyelenggaraan PON 2012 di Riau Terburuk?

Sehari sebelum pembukaan PON ke-xviii di Riau pada 11 September 2012, sejumlah infrastruktur pendukung belum juga rampung. Padahal seharusnya, setahun sebelum penyelenggaraan PON, semua infrastruktur sudah selesai dan bisa difungsikan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Bahkan Wakil Presiden RI, Boediono sengaja berkunjung ke Riau, sehari sebelum pembukaan PON hanya untuk memastikan kesiapan tuan rumah. Sementara Ketua PB PON Riau, HM Rusli Zainal jauh-jauh hari selalu menegaskan Riau sudah siap menyelenggarakan ivent olahraga terakbar di tanah air ini. Sorotan sejumlah media massa dan keluhan official kontingen sejumlah daerah nampaknya menjadi bukti Riau belum siap menyelenggarankan PON sesuai harapan. Hal ini terlihat dari pengerjaan wisma atlet yang belum juga selesai, venue futsal yang dipaksakan digunakan serta venue softball dengan kondisi stadion penonton belum rampung. Sementara itu, Rusli Zainal yang juga gubernur Riau menegaskan pembukaan PON oleh Presiden SBY akan berlangsung spektakuler. Bahkan disebut-sebut akan menjadi yang paling meriah dan semarak di Asia Tenggara. Jika hanya berpedoman pada seremoni pembukaan PON, belumlah pantas itu dijadikan patokan mengukur kesuksesan penyelenggaraan PON secara keseluruhan. Seperti motto yang selalu digadang-gadangkan Gubernur Riau yakni sukses penyelenggaraan, sukses prestasi dan sukses pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pada PON di Kaltim tahun 2008, sebagian masyarakat menilai itu merupakan penyelenggaraan terburuk selama penyelenggaraan PON di tanah air. Namun jika melihat persiapan dan penyelenggaraan PON di Riau, mungkinkah ini akan lebih buruk? Kami sebagai warga Riau, tentu tak ingin hal itu terjadi. Dengan catatan panitia harus memberikan pelayanan maksimal kepada tamu-tamu se-Indonesia meski masih dirudung sejumlah masalah. (Ihsanul Hadi)

Sabtu, 14 Mei 2011

Profesi Elite Wakil Rakyat

Belakangan ini sikap dan kebijakan para wakil rakyat yang duduk di DPR banyak menimbulkan antipati di masyarakat. Bepergian ke luar negeri dengan menghabiskan anggaran negara miliar rupiah itu seolah-olah menyakiti rakyat.

Betapa tidak, di tengah keprihatinan nasib rakyat miskin yang kesulitan mencari makan, biaya pendidikan mahal dan persoalan mendasar lainnya, para wakil rakyat itu masih tega-teganya melancong ke luar negeri dengan dalih studi banding. Apa yang ingin mereka bandingkan dengan negara-negara maju semacam Australia itu? Kebijakan yang mereka terapkan belum tentu sesuai dengan negara kita. Satu kebijakan yang menurut saya mubazir. Lebih berfaedah bila wakil rakyat itu mengunjungi pemukiman kumuh dan miskin di sudut perkotaan metropolis. Lalu sumbangkan uang untuk plesiran ke luar negeri itu kepada mereka.
Perangai para wakil rakyat tersebut hampir sama di seluruh tanah air. Mulai dari pusat, provinsi sampai kabupaten/kota. Studi banding selalu menjadi agenda utama yang seolah-olah menjadi program nasional wakil rakyat.

Menjadi wakil rakyat seharusnya mereka lebih dekat dengan rakyat. Memperjuangkan aspirasi dan menyejahterakan rakyat. Tapi justru kondisinya wakil rakyat menjauh dari rakyat. Bukan seperti lirik lagu Iwan Fals, wakil rakyat seharusnya merakyat.
Anggota dewan nampaknya menjadi satu profesi untuk mencari kaya dan menyenangkan diri pribadi, keluarga dan partai. Profesi elite yang sulit didekati rakyat. Mereka hanya dekat dengan rakyat menjelang pemilu.
Ketika satu kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan hati nuraninya, kenapa wakil rakyat itu tidak berani melawan? Kenapa akhirnya ikut kebijakan partai? Apakah karena takut dipecat dari anggota dewan? Itulah buktinya mereka tak bisa memperjuangkan aspirasi rakyat. Banyak yang mengaku atas nama rakyat tapi menjadi pecundang dalam sidang-sidang yang membahas tentang rakyat. Cari aman, cari duit lalu diam. Ntahlah, semoga saya tak berniat jadi wakil rakyat.(*)

Jumat, 26 Maret 2010

Tujuan Hidup Manusia itu Akhirat

Andai semua orang menyadari tujuan hidup adalah akhirat, mungkin tak akan terjadi perselisihan sanak keluarga memperebutkan harta pusaka. Banyak orang muslim yang mengetahui firman Allah 'Sesungguhnya jin dan manusia diciptakan hanya untuk mengabdi kepada Allah'. Tapi tak banyak yang menyadari dan mau mengakui hal itu.

Kesibukan dunia mengalahkan kesibukan akhirat. Padahal Allah SWT jelas-jelas menyatakan bahwa manusia itu dalam keadaan merugi. Kecuali orang yang beriman dan beramal saleh. Nasihat menasihati di jalan kebaikan dan menasihati dengan sabar.

Agar kita tak termasuk orang merugi, jadikan setiap langkah dan detak nadi hanya untuk beribadah dan mengingat Allah. Beribadah dalam arti luas, semua gerak dan langkah kita di dunia ini hanya karena Allah. Dunia ini hanya sekejap, kampung akhirat lebih abadi. Jadi, perbanyaklah bekal supaya tak mendapat siksa di hari pembalasan.

Pelatda PON 2012 Tanggungjawab Siapa?

Catatan ini dimuat Tribun Pekanbaru Minggu, 07 Maret 2010


Pertengahan Maret ini, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Riau mulai menggelar porgram Pelatda dan program yang disebut TC Nasional alias menitipkan atlet di sejumlah tempat latihan berstandar nasional. Program Dispora ini membuat KONI Riau meradang. Pasalnya atlet yang direkrut untuk proyek selama 10 bulan itu merupakan atlet berprestasi yang selama ini dibawah pembinaan khusus KONI Riau.

Dispora dituding mengambilalih tugas yang biasa dikerjakan KONI. Sementara sebaliknya, Dispora menilai program tersebut dapat meringankan tugas KONI dalam membina atlet. Dispora juga berdalih, program yang sama juga sudah dilaksanakan pada tahun lalu dan terlaksana tanpa ada kendala.

Persoalan yang muncul saat ini, jika Dispora melaksanakan Pelatda dan program yang disebut TC Nasional selama 10 bulan ke depan. KONI Riau juga akan menggelar Pelatda pada Juni mendatang. Artinya akan terjadi dualisme penyelenggaraan Pelatda dengan sejumlah atlet yang sama.

Siapa yang salah dalam hal ini? KONI Riau melalui Ketua Harian, Yuherman Yusuf tak menyebut program Pelatda Dispora itu salah. Karena menurut pengetahuan mantan anggota DPRD Riau ini, Pelatda tersebut bertujuan membina atlet junior dengan target Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) dan O2SN.

Meski enggan menyebut program Dispora salah kaprah, Yuherman Yusuf menjelaskan tugas dan fungsi dua lembaga yang berhubungan dengan olahraga itu. KONI merupakan induk organisasi semua cabang olahraga. Pembinaan atlet berprestasi, mengirim atlet berlaga di ajang Kejurwil, Kejurnas dan Pekan Olahraga Nasional (PON) merupakan rugas KONI.

Sementara Dispora sebagai bagian satker pemerintah, bertugas melakukan pembinaan dan pembibitan atlet usia dini, pelajar dengan orientasi Popnas dan O2SN. Selain itu Dispora juga berkewajiban membina dan mengembangkan olahraga masyarakat. Sesuai dengan target pemerintah, mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga.
Perseteruan dua lembaga yang berhubungan dengan olahraga ini dapat memengaruhi persiapan Riau menuju PON 2012.

Menyimak beberapa kali pidato yang disampaikan Ketua KONI Riau, HM Rusli Zainal, rasanya target meraih peringkat tiga di PON 2012 sangat berat. Namun sebagai tuan rumah PON, sah-sah saja jika target itu diusung.

Dengan catatan, Riau harus mulai mempersiapkan atlet dari sekarang. Karena komitmen awal usai PON Kaltim lalu harus tetap dijaga. Yaitu Riau tak akan membeli atlet luar untuk PON 2012. Tapi apakah itu mungkin? Mengandalkan atlet seadanya untuk meraih target tiga besar di PON nanti? Jawabannya mungkin saja, namun persoalan pembinaan atlet beprestasi harus didudukkan dari sekarang.

Penanggungjawab pembinaan atlet beprestasi harus dikembalikan ke KONI Riau. Sementara Dispora dapat membantu tugas KONI dengan menyiapkan atlet pelapis yang berasal dari hasil pembibitan dan pembinaan atlet pelajar. Kedua lembaga ini (KONI dan Dispora) plus pengurus cabang olahraga harus merumuskan satu kesepakatan teknis pembinaan atlet kontingen Riau PON 2012. Riau pasti bisa, jika semua berkomitmen membesarkan olahraga dan meraih prestasi di puncak tertinggi iven olahraga nasional, PON 2012. (Ihsanul Hadi)

Jumat, 24 Juli 2009

Catatan Tentang Tuanku Rao


Fakta tentang Tuanku Rao yang diungkapkan Mangaradja Onggang Parlindungan dalam bukunya yang berjudul Tuanku Rao. Tebal buku 691 halaman yang diterbitkan Penerbit Tanjung Pengharapan, banyak diragukan kebenarannya. Diantaranya, Gerakan Wahabi di Arab..Kolonel Haji Piobang dikirim Raja Abdullah bin Saud untuk menggegerkan Negara Darul Islam Minangkabau yang bermazhab Hambali tidak ada korelasi. Karena H Piobang pulang ke Minang sekitar tahun 1802 atau 1803. Sementara Raja Abdullah baru muncul di Mekkah tahun 1811.

Ketika seminar di Padang tentang sejarah Minangkabau Juli 1969, MO Parlindungan tidak mampu mempertahankan data dan fakta buku yang dikarangnya. Tuanku Rao adalah orang Padang Matinggi bukan orang Bakkara..J.B Neumann Kontelir B.B menulis tentang Studies over Bataks en Batakschelanden pada halaman 51 ketika menyebut bahwa Tuanku Tambusai bergabung di Rao dengan Tuanku Rao, maka disebutnya bahwa Tuanku Rao ini berasal dari Padang Matinggi tidak disebut-sebut bahwa Tuanku Rao berasal dari Toba

Menurut Mohammad Said dalam bukunya Si Singa Mangaraja XII hal 77-78, bahwa Tunaku Rao menikah dengan putri Yang Dipertuan Rao. Karena Yang Dipertuan bukan seorang penganut Wahabiah dan tidak begitu semangat untuk menentang agresi Belanda maka diambil alih oleh menantunya yang kemudian bergelar Tuanku Rao.

Perang Tuanku Rao di Air Bangis ditulis MO Parlindungan 5 September 1821…padahal Inggris menyerahkan Padang kepada Belanda pada Mei 1818 dan Perang Paderi baru dimulai pada April 1821 ketika pecah pertempuran di Sulit Air.

Untuk meluruskan sejarah Tuanku Rao, terutama sejarah Perang Paderi harus kembali diseminarkan dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten serta memiliki data yang akurat. Polemik yang terjadi tentang keraguan sejumlah kalangan terhadap kepahlawanan Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai.

Ketika sejarah pahlawan nasional ini, sudah benar dan tidak ada komplain dari berbagai pihak. Munculnya buku Tuanku Rao karangan MO Parlindungan justru mengacaukan sejarah. Terutama berkenaan dengan sejarah minangkabau, tunku imam bonjol, tuanku Rao dan tuanku Tambusai.

Bahkan lebih jauh saya menilai, ada misi terselubung dari buku Tuanku Rao karangan MO Parlindungan tersebut. Celakanya, kalangan suku Batak justru menganggap data yang disajikan MO Parlindungan tersebut benar. Ini sama saja dengan membawa ego kedaerahan yang tidak akan selesai jika hanya saling membantah dan merasa paling benar.

Buku yang karang Buya Hamka berjudul antara fakta dan hayalan untuk membantah Buku Tuanku Rao karya MO Parlindungan tersebut saya rasa bias menjadi acuan bagi kaum muslimin. Baik suku Minang maupun suku Batak. Karena data dan fakta yang disajikan MO Parlindungan tentang sejarah Islam di tanah Arab dan di tanah air sangat menyesatkan.

Munculnya buku OM Parlindungan yang berjudul Tuanku Rao telah menimbulkan polemik di masyarakat Indonesia. Sejumlah pihak kembali mempertanyakan tentang pengangkatan Tuanku Imam Bonjol sebagai pahlawan nasional. Bahkan dari berbagai perdebatan dan polemic yang muncul di dunia maya, mengerucut pada pertikaian antar entnis, suku batak dan minang.

Jika terus diperdebatkan tidak akan mendapat jalan keluar yang tepat, karena masing-masing individu yang merasa bersentuhan dengan sejarang Paderi merasa benar dengan argumennya. Tidak bias dipungkiri, factor ego kedaerahan pasti muncul dalam menyikapi Buku Tuanku Rao karya OM Parlindungan tersebut.

Satu hal yang harus menjadi dasar berfikir bagi kita semua adalah, perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia pada masa penjajahan Belanda sebelum tahun 1900-an bersifat kedaerahan, belum secara nasional. Hal ini disebabkan strategi adu domba yang dilakukan penjajah Belanda.

Semua kita pun pasti bias memahami sejarah bangsa ini, bahwa perjuangan secara nasional baru dimulai ketika dicetuskannya satu tekad untuk bersatu melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Itulah titik perjuangan anak bangsa yang benar-benar bersatu untuk mengusir penjajahan.

Jadi tidak etis juga bila kita mengungkit perjuangan tokoh-tokoh daerah yang kemudian ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Karena jelas tujuan mereka adalah untuk mengusir penjajahan. Meskipun dilakukan dalam kawasan yang lebih kecil. Tidak juga dapat dipungkiri dalam perjuangan di daerah tersebut, terdapat beberapa kelompok yang tidak mendukung perjuangan dan justru bekerjasama dengan penjajah.

Meneroka Tuan Rumah PON 2012

Gubri HM Rusli Zainal beberapa waktu lalu mengeluhkan pembangunan sarana Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012 tidak mendapat bantuan dari Pusat melalui APBN 2009. Padahal Provinsi Riau sangat membutuhkan bantuan tersebut untuk menyelesaikan stadion utama yang ditaksir menelan anggaran senilai Rp 900 miliar lebih.
Wajar bila Riau berharap banyak dari kucuran APBN itu. Bila hanya mengharap APBD Riau, diperkirakan tidak mungkin memenuhi kebutuhan dana sebanyak itu dalam waktu cepat. Sementara venue PON harus selesai minimal tahun 2011. Merujuk pada kegiatan dan tahapan yang dilakukan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau, target menyelesaikan stadion utama itu bisa sesuai jadwal.
Dengan catatan, mulai dikerjakan tahun ini dan terus digesa selama tiga tahun ke depan. Namun ironisnya hingga pertengahan tahun 2009, stadion yang diprediksi termegah di Pulau Sumatera tersebut belum juga dikerjakan. Faktor utama sudah pasti soal dana yang jadi kendala untuk memburu target itu.
Jauh sebelum helat PON 2012 digelar, tepatnya ketika PON 2008 di Kalimantan Timur berlangsung, Tim Pansus DPRD Riau yang mempersiapkan regulasi dan payung hukum tentang pembangunan venue PON ke 18 tersebut sudah mengingatkan, Riau jangan berharap banyak dari dana APBN.
Pasalnya, belajar dari kasus penyelenggaraan PON 2008 di Kaltim, banyak venue yang belum rampung akibat terlalu berharap dari dana APBN. "Kaltim terlalu berharap kucuran dana APBN sehingga pembangunan venue PON tidak terkejar sesuai jadwal," ujar Sekretaris Pansus DPRD Riau, Yudha Bakti ketika Kunker ke Kaltim Juli 2008.
Penyelenggaraan PON Kaltim bisa dikatakan terlalu dipaksa sesuai jadwal. Ketika pertandingan berlangsung, beberapa bangunan masih dikerjakan. Bahkan Stadion Utama Palaran di Samarinda selesai sehari sebelum pembukaan PON oleh Presiden SBY pada 18 Juli 2008. Penyelesaiannya pun dipaksakan, sehingga bangunan pada bagian landscape banyak yang rusak karena tidak tahan beban volume yang menginjaknya.
Peserta iven olahraga terakbar di tanah air itu juga banyak yang mengeluhkan tentang sarana dan prasarana PON. Bahkan pengamat olahraga di negeri ini menyebutkan PON 2008 tidak sukses sesuai yang ditargetkan.
Nampaknya kasus serupa bakal terulang di Riau. Pembangunan stadion utama kembali mengharapkan kucuran dana APBN. Sementara waktu terus berjalan dan pembangunan stadion itu belum juga dimulai. Akankah Riau mengikut kasus di Kaltim?
Itu baru dilihat dari persiapan venue PON, belum lagi persiapan daerah dalam membina atlet yang berprestasi yang diharapkan mengharumkan nama Riau sebagai tuan rumah PON. Ketika Wakil Ketua KONI Pusat, Hendarji Supanji meninjau venue PON 2012 di Pekanbaru, Selasa (3/2), kepada Gubernur Riau, Rusli Zainal di VIP Lancang Kuning Bandara Sultan Syarif Kasim, beliau meminta supaya segera siapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk PON. Maksudnya tidak hanya SDM kepanitian tapi yang lebih penting atlet Riau.
Karena Jenderal TNI AD ini kawatir Riau akan membeli atlet luar, seperti yang dilakukan tuan rumah PON XVII Kalimantan Timur. Menurut Hendarji, jika pola membeli atlet ini dilakukan setiap tuan rumah PON, maka tujuan penyelenggaraan PON itu tidak tercapai. Sebab PON merupakan pesta olahraga untuk menjaring atlet berprestasi yang dibina oleh daerah.
Wajar bila Hendarji mengkawatirkan Riau. Karena hingga sekarang pembinaan atlet tersebut memang belum terlihat di Bumi Lancang Kuning. "Jangan mengharapkan atlet PPLP. Karena perekrutannya tidak melalui seleksi. Tapi mulailah pembinaan atlet secara berjenjang. Mulai pelajar, remaja, junior dan senior," tutur Hendarji mengingatkan Riau yang diprediksi bakal bergantung dengan atlet PPLP.
Memang belum terlambat bagi Riau untuk memulai pembinaan atlet. Karena waktu masih tersisa sekitar tiga tahun lagi sebelum PON 2012. Namun dengan catatan, semua pengurus cabang olahraga yang nantinya secara otomatis menjadi panitia pelaksana pertandingan, harus solid dan serius melakukan pembinaan.
Bila tidak, tentunya atlet 'instan' atau siap pakai lebih muda didapat untuk meraih prestasi yang diinginkan. Cukup menyediakan dana besar, atlet-atlet yang kerjanya pindah dari satu PON ke PON berikutnya, pasti menyerbu Riau. (Ihsanul Hadi)

Jumat, 05 Juni 2009

289 Suara Bisa Duduk di DPR

MUNGKIN bagi seorang Darnil, caleg Partai Hanura Dapil 1 Kota Pekanbaru tidak akan menyangka dengan mengandalkan perolehan suara di Pemilu 9 April lalu sebanyak 289, bakal melenggang ke Gedung DPRD Kota Pekanbaru. Pasalnya caleg partai lain yang mengantongi seribuan suara bahkan mencapai dua ribu suara tidak lolos menjadi anggota dewan.
Tapi itulah kenyataan yang terjadi di Pemilu 2009. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI yang menggunakan sistem suara terbanyak sebagai patokan menjadi anggota dewan, membawa berkah bagi Darnil. Ya, caleg nomor urut 7 ini merupakan caleg terpilih untuk menduduki satu kursi di Balai Payung Payung Sekaki, sebutan Gedung DPRD Kota Pekanbaru, dengan perolehan suara terkecil dibandingkan caleg terpilih lainnya.
Lain cerita dengan Karmila Dharma Santi yang meraup jumlah suara terbanyak di antara caleg terpilih lainnya. Caleg Partai Demokrat dari Dapil 3 Pekanbaru ini mengantongi 4.769 suara. Karmila jauh mengungguli caleg terpilih lainnya yang rata-rata mengantongi dua ribuan dan seribuan suara.
Meski sebagai 'pemain baru', Karmila ternyata mampu mengambil hati masyarakat Kota Pekanbaru sehingga mendapatkan suara yang signifikan. Faktor partai politik yang menjadi kendaraan caleg sangat menentukan perolehan kursi DPRD. Bagi partai besar seperti Demokrat, Golkar, PKS, PAN dan PPP plus dua partai pendatang baru yang langsung populer, Gerindra dan Hanura. Tidak terlalu sulit mendapat jatah kursi di dewan.
Tinggal persaingan antar caleg dalam satu partai yang menentukan terpilih atau tidak. Seperti yang terjadi pada Darnil. Perolehan suara partainya di daerah pemilihan mampu mendapatkan satu kursi, kemudian baru dihitung perolehan suara caleg. Siapa yang terbanyak, itulah yang mengisi jatah kursi tersebut.
"Nomor urut caleg tidak lagi jadi patokan, tapi siapa yang terbanyak itulah yang mendapat jatah kusri, setelah suara partai dihitung dan ditentukan jatah kursinya. Inilah berkah dari keputusan MK tentang suara terbanyak," ujar Anggota KPU Kota Pekanbaru, Fachri Yasin, Kamis (14/5).
KPU Kota Pekanbaru baru melakukan penetapan perolehan suara dan caleg terpilih Sabtu (16/5) ini di Hotel Aryaduta, namun dari penghitungan Tribun, sebanyak 45 anggota DPRD yang terpilih sudah dapat diketahui, berdasarkan hasil pleno KPU Kota Pekanbaru pada 21 April lalu dan perbaikaan suara caleg pada 2 Mei yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF) KPU Kota Pekanbaru.
Hanya saja Pemilu 2009 khusus Kota Pekanbaru, tidak berpihak pada kaum perempuan. Keterwakilan perempuan di DPRD Kota Pekanbaru periode 2009-2014 hanya 7 orang dari 45 anggota. Artinya hanya 15 persen, masih jauh dari kurang untuk memenuhi amanat Undang- Undang sebanyak 30 persen. "Sepertinya kaum perempuan belum mampu memenuhi kuota 30 persen tersebut. Tapi inilah hasil Pemilu, rakyat yang menentukan," tutur Fachri yang juga mantan dekan Fakultas Pertanian Universitas Riau ini.
Tapi siapapun yang terpilih, bukan berarti harus berleha-leha di gedung dewan. Bekerja hanya untuk kepentingan sendiri dengan tujuan mengembalikan dana yang habis ketika Pemilu. Ingat, anggota dewan adalah amanah rakyat, jangan sampai amanah itu dikhianati. Karena bisa membuat rakyat marah. Seperti kata-kata orang bijak, suara rakyat adalah suara tuhan!. (Ihsanul Hadi)